Selarasindo.com–Di Kerajaan Pringgadani pagi ini menerima seorang tamu dari Kerajaan Tunggarana, yang menjadi rajanya adalah Prabu Kahana. Kerajaan Tunggarana, semula jajahan Pringgadani, namun setelah Prabu Arimba tewas, maka memisahkan diri dari Pringgadani. Namun sekarang Tunggarana yang sudah merdeka saat ini diduduki Pasukan Trajutrisna. Prabu Anom Gatutkaca menjadi marah.
Gatutkaca tahu, sebenarnya Prabu Boma hanya bikin onar supaya Pringgadani dan Trajutrisna bertempur. Andaikata Pringgadani kalah perang, maka Pringgadani akan dijajah Trajutrisna.
Lakon ini mengandung ajaran kebenaran akan mengalahkan angkara murka.
Itulah sekilas wayang kulit dengan lakon Rebut Kikis Tungarana yang ditampilkan dalang Remaja Prama Riza Fadhlansyah ( kelas III SMPIT Miftahul Ulun Cinere) yang diawali oleh adiknya yakni Rafi Ramadhan (kelas III SDIT Miftahul Ulun Cinere) dengan adegan perang.
Kedua dalang ini adalah cucu dari Prof. Dr H. Sumaryoto Rektor Unindra. Anak kecil dan satunya menginjak remaja ini lahir dibesarkan di Jakarta. Namun hebatnya mereka tertarik untuk belajar ndalang.
Meski belajar secara otodidak ( hanya melalui Youtube) namun karena keseriusannya akhirnya ia menjadi dalang remaja yang berhasil mengharumkan nama Indonesia di manca negara. Ia mendapat amanah sebagai Duta Seni Budaya Internaional. Ia pernah tampil di beberapa negara seperti India, Moscow dan Korea Selatan. Bahkan dalam waktu dekat akan pentas di Malaysia.
Setiap bulan terus menggelar wayang kulit dalam program Pengabdian Kepada Masyarakat Unindra. Selain pentas di Jakarta dan sejumlah kota dan daerah seperti halnya Sabtu malam Minggu 14/3 lalu keduanya tampil dalam acara tasyakuran keluarga Suratman yang beru saja nyunati putra bontotnya yakni Arya Pandu Wignyo Wicaksono dengan mementaskan wayang kulit lakon Rebut Kikis Tungarana.
Malam itu Rafi membuka pentas dengan adegan perang yang membuat decak kagum penonton. Meski masih anak-anak namun sudah menguasai teknik sabet yang trampil.
Selanjutnya Prama tampil mulai jejeran hingga tancep kayon. Saat limbukan penonton dihibur oleh Sinden Lanang Agnes dan pelawak Abimanyu. Setelah itu, sinden Santi dan Eka menghibur penonton dengan tarian Lengger dan beberapa gending dolanan.
Diisi pengajian.
Yang unik lagi, di sela limbukan disisipi pengajian oleh KH Alimudin Lc, sarjana filsafat yang meraih gelar S2 di Yaman.
Selama satu jam KH Alimudin memberikan tauziah kepada penonton bahwa wayang itu penuh filosofi sehingga oleh para wali dijadikan sebagai media syiar Islam ditengah umat Hindu Budha, Animiesme, aliran kepercayaan dan lainnya.
Melalui seni Gending dan pedalangan yang penuh keindahan dan sarat dengan makna itulah akhirnya para Wali berhasil mengislamkan agama dan kepercayaan lainnya tanpa harus menyinggung umat lain.
Dalam kesempatan itu KH Alimudin amat bersyukur karena ada anak muda dari Jakarta yakni Prama dan Rafi yang mau melestarikan kesenian adiluhung ini.
” Dengan adanya dalang anak dan remaja ini saya amat bersyukur karena kelak seni pedalangan akan terus eksis di tengah masyarakat,” ujar Alimudin lagi.
Dan bagi yang belum nonton pentas wayang ini bisa buka di Chanel TVRI Jawa Tengah. (Saring Hartoyo)