Selarasindo.com – Aliansi Jurnalis Video (AJV) mendaftarkan permohonan menjadi pihak terkait di Mahkamah Konstitusi (MK) agar Majelis Hakim MK menolak permohonan RCTI dan iNews di Jakarta, Rabu siang (07/10) kemarin.
AJV beralasan RCTI dan iNews sebagai para pemohon seharusnya membaca dan mempelajari dengan cermat keseluruhan isi dan makna UU Penyiaran, tidak hanya sepotong-sepotong, sehingga tidak mengalami gagal paham.
Karena dengan Permohonan yang didasarkan atas ketidak-pahamannya terhadap isi dan makna UU Penyiaran secara keseluruhan dapat menyesatkan masyarakat awam pada umumnya, demikian siaran pers AJV.
Sebelumnya RCTI ajukan uji materi UU No.32 tahun 2002 terkait penyiaran. Mereka ingin ada kesetaraan dan keadilan antara penyiaran konvensional berbasis publik dengan platform internet.
Sejauh ini dari pihak pemerintah menanggapi jika uji materi RCTI dan iNews dikabulkan MK, maka media sosial tak bisa diakses secara bebas seperti sekarang ini. Harus berizin seperti stasiun TV.
Asosiasi Jurnalis Video (AJV) diwakili Mohammad Rudjito, Rival Anggriawan Mainur, Mohammad Ikhsan, dan Muhammad Radhitya Hawari, selaku Komisi Hukum AJV berharap Majelis Hakim MK menolak permohonan RCTI dan iNews secara keseluruhan dan menyatakan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran konstitusional dan memiliki kekuatan hukum yang mengikat sesuai dengan Konstitusi.
“Pemohon perlu membaca Pasal 1 angka 8 UU Penyiaran tentang pengertian spektrum frekuensi radio, yaitu gelombang elektromagnetik yang dipergunakan untuk penyiaran dan merambat di udara serta ruang angkasa tanpa sarana penghantar buatan, merupakan ranah publik dan sumber daya alam terbatas.
Jadi UU Penyiaran hanya dapat diterapkan terhadap penyiaran yang menggunakan spektrum frekuensi radio, dan tidak dapat diterapkan terhadap penyiaran yang menggunakan internet,” tulis AJV.
Hanya Persoalan Ekonomi
Menurut AJV, permohon RCTI dan iNews, sejatinya bukanlah murni tentang masalah tafsir pasal 1 angka 2 UU Penyiaran, akan tetapi sesungguhnya lebih pada ketakutannya untuk bersaing atau setidak-tidaknya takut tersaingi oleh penyiaran yang menggunakan internet.
Kekhawatiran itu tercermin dalam dalil Permohonan hlm 31 dan hlm 32 angka 32, 33, 34, dan 35.
Selain itu, AJV melihat hilang atau berkurangnya minat publik dalam menonton siaran TV konvensional dapat berdampak pada berkurangnya pendapatan yang berasal dari pemasangan iklan bagi perusahaan yang memiliki RCTI dan Inews TV.
Sedangkan mengenai dalil para pemohon yang mengklaim seolah-olah lebih Pancasilais, bermoral dan religious, adalah sangat tidak benar. Karena baik dari segi kuantitas maupun kualitas penyiaran yang menggunakan internet justru lebih unggul daripada Para Pemohon.
“Misalnya saja soal konten religi, dipastikan lebih berkualitas dibandingkan dengan konten sejenis produk dari Para Pemohon. Di sisi lain, memang tidak dapat dipungkiri bahwa konten yang disiarkan oleh Pemohon RCTI didominasi oleh sinetron, yang mana konten semacam itu memang sulit diketemukan pada penyiaran yang menggunakan internet.
“Apabila kemudian tontonan sinetron tersebut dianggap sebagai standar moral oleh Para Pemohon, Pihak Terkait (AJV) tentu saja tidak dapat menghalanginya,” kata Rival Angriawan dkk dari AJV.
AJV mengajukan permohonan penolakan perkara dengan nomor: 39/PUU/XVIII/2020 Tentang pengujian Pasal 1 ayat 2 Undang-undang Nomor 32 tahun 2002 Tentang Penyiaran yang dimohonkan RCTI dan iNews. – (DS/SH).