Selasa, November 26
Shadow

DR. SAMUEL L. SIMON : COVID ITU “PLANDEMI” – Oleh Dimas Supriyanto.

Dr. Samuel L.Simon. (ist)

Selarasindo.com–SUNGGUH Sungguh beruntung, saya bisa  berkenalan dan berbincang dengan Dr. Samuel L. Simon. Dokter ganteng spesialis kulit,  lulusan Jerman yang buka praktik di laman dokterkulitku dot kom dan buka klinik sendiri di kawasan Simprug – Patal Senayan,  Jakarta.

Bermula dari perbincangan di dunia maya, via messenger,  berlanjut di dunia nyata. Janjian di cafe Soto Kudus, Ruko Permata – Patal Senayan, ngobrol di ruang praktiknya dan berlanjut dengan pertemuan berikutnya.

Kami terlibat obrolan asyik, sembari nyoto dan  ngopi, membahas topik aktual  seputar pandemi Covid 19 dan dampaknya dalam kehidupan kita.

“Kalau saya bilang sih, Covid 19 ini ‘plandemi’ bukan pandemi, ” katanya.  ‘Plandemi’ adalah pandemi by design. Wabah yang dirancang. Mengglobal. Berbeda dengan flu burung dan flu babi,  covid benar-benar “sukses” membuat dunia berubah.

“Di zaman Plandemi ini yang meninggal karena virus Covid 3 persen yang susah karena virus 97 persen, ” katanya galau.

Angka 3 persen itu pun didapat dari yang positif virus. Bukan dari populasi. “Sekarang ini ratusan juta orang dibikin susah. Kegiatan ekonomi macet, bisnis hancur.  Negara sudah menghabiskan Rp.1.000 triliun, ” paparnya.

“Virus Covid 19, sama seperti virus burung, virus babi, virus influenza, sudah ada sejak zaman dulu kala. Ada di sekitar kita. Dan akan terus bersama kita, di kandung badan, selamanya, ” tegasnya.

“Virus itu berkembang di manusia dan hewan. Kalau mau menghilangkan virus Covid,  ya matikan semua manusia dan hewan uang hidup, ” katanya blak blakan.

Kepanikan adalah sumber segala penyakit, katanya. Dalam keadan panik orang disuruh ngapain aja mau. “Yang punya duit disuruh bayar berapa aja mau, ” katanya.

“Akhiri Plandemi PCR, dipastikan   pandemi Covid dan kepanikan masal juga berakhir,   ” tegasnya.

Dr. Samuel L. Simon, SpKK, adalah spesialis kulit dari Medizinische Fakultät
der Freien  Universität Berlin,  Jerman, 1979. Pengalaman sebagai Asisten Dokter di  Ludmillenstift Krakenhaus,  Meppen,   Deutschlan, 1980-1982.

Lulus  Fak Kedokteran spesialis Kulit dan Kelamin Undip Semarang 1997 ini selain praktik di klinik sendiri, juga menjadi Dokter Konsulen di bagian llmu Kesehatan Spesialis Kulit dan Kelamin Kelamin RS Kepresidenan RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta .

Sebagai dokter – khususnya spesialis kulit –   dia belajar virus,  bakteri dan jamur. Dia kaget mendapati rekan rekannya yang positif covid diberi obat untuk bakteri. Diberikan antibiotik.

Untuk bisa hidup dan berkembang biak,  virus membutuhkan sel inang (reseptor), yakni bagian dalam tubuh manusia dan hewan. Beda dengan bakteri dan jamur yang bisa berkembang bebas hanya dengan menempel kulit dan di daun.

Seperti virus inflenza,  virus Covid 19 tidak ada obatnya. Untuk mengusirnya adalah meningkatkan daya tahan tubuh. Karenanya,  yang terindikasi kena virus diminta istirahat,  makan enak, berjemur untuk meningkatkan antibody.

Dokter Samuel,  yang aktif dan vokal di dunia maya –   khususnya Twitter –  sangat risau dengan cara penanganan rekan dan koleganya –  sesama dokter dan rumah sakit – terhadap pasien Covid 19 belakangan ini. Dalam pandangannya,  banyak dokter yang tidak tahu virus, tidak bisa membaca hasil tes lab. Akibatnya salah juga dalam memberikan obat dan menulis resep.

Lebih terkejut lagi ketika mendapati pasien covid 19 diberi Asitromisin yang bisa mengganggu irama  jantung. Akibatnya sesak nafas dan harus diberi ventilator,  lalu terjadi penggumpalan cairan di paru. Dan sakitnya makin parah.

Asitromisin (Azithromycin) adalah obat untuk mengobati infeksi bakteri di berbagai organ dan bagian tubuh, seperti saluran pernapasan, mata, kulit, dan alat kelamin.

Dia juga marah dengan pihak rumah sakit yang cenderung  “meng-Covid-kan” para pasiennya. Mengutamakan swab (PCR – polymerase chain reaction), dan mengabaikan sakit yang dibawa  pasien sebelumnya. “Orang yang kena radang usus, mau melahirkan,  harus nunggu hasil tes swab 4 jam – baru dokter mau tangani. Akibatnya pasien kesakitan. Bahkan keburu meninggal”.

“Susah kalau pikirannya Covid mulu, dan nunggu hasil lab PCR sebelum bertindak.  Ingat yang dirawat itu pasien, bukan hasil lab.  Jangan semua pernyataan dan situasi Covid, kalau negatif tapi pasien meninggal apa gak menyesal? ” teriaknya di twitter.

Swab test (PCR) yakni pengambilan sampel lendir lobang hidung untuk mengetahui apakah seseorang terpapar virus atau belum. Banyak yang dinyatakan positif oleh test Swab ini. Padahal tak ada keluhan.  Dan belum tentu terjangkit Covid.

Beberapa teman dan relasinya telah menjadi korbannya, hingga meninggal.  “Ini gila!” katanya setengah berteriak.

Sekarang semua penyakit dihubungkan dengan Covid. Bahkan perubahan wajah penyanyi Dewi Perssik pun yang sempat beredar di media sosial dan “mengerikan” sebagai dampak covid.

“Kelainan kulit itu sudah lama dan sering dijumpai pada orang yang alergi obat, terinfeksi virus atau bakteri. Jadi tidak bisa dipastikan ini sebagai gejala baru infeksi Covid. Kan zaman sekarang sedikit sedikit Covid begitu hasil PCR positif, ” katanya, kesal.

Berbeda dengan fotonya yang bak  model dan teks bahasanya yang terjaga di messenger, dalam obrolan santai alumni SMA BPK  Penabur 1968 mudah meledak. Nadanya sering naik.  Di sisi lain dia ramah dan suka humor.

Pembawaan dokter Samuel L. Simon nampaknya ketularan sahabatnya,  Yustedjo Tarik –  sesama veteran atlet tenis . November 2019 lalu, berpasangan dengan Yustedjo, Samuel sukses merengkuh gelar juara di ajang yang prestisius,  turnamen tenis senior International Tennis Federation (ITF)  “Victorian Seniors Championships”  di Kooyong, Australia. Yustedjo dan Samuel  menumbangkan duet teratas, George Penney / Graeme Sticka yang juga merupakan andalan tuan rumah.

“APAKAH virus Covid 19 bisa menembus kulit, dok? ” Saya tanyakan hal itu terkait keahliannya.

“Tidak. Virus tidak bisa nembus kulit. Virus akan menempel di kulit kita,  iya. Tapi berkembang di kulit dan masuk ke dalam badan kita tidak, ” jawabnya tegas. “Setelah mandi dan digosok pakai sabun,  virus hilang, ” katanya. Dia sekaligus menjawab pertanyaan, penciuman menghilang, harus bagaimana dok?

Jalan masuk virus ke dalam tubuh melalui tiga lubang, yakni mulut hidung dan mata. Itu sebabnya warga diwajibkan pakai masker.

Untuk berkembang biak, dan jadi penyakit mematikan,  virus membutuhkan ‘sel inang’ alias ‘reseptor’.  Dan inang virus Covid ada di dalam  paru, ginjal dan usus 12 jari.

Pernyataan Dr. Samuel sejalan dengan penjelasan pakar virus dari Eijkman Institute of Molecular Biology, awal April 2020 lalu bahwa paru menjadi “target” virus corona karena memiliki banyak reseptor ACE2, yang berpotensi menjadi inang virus tersebut.

“Selain paru, reseptor ACE juga banyak terdapat pada hati dan ginjal serta sirkulasi (larut dalam) darah,  ” kata   Prof David Muljono selaku Deputy Director Eijkman Institute of Molecular Biology.

Begitu virus corona masuk ke reseptor ACE2, menurur Prof. David,  infeksi yang muncul per jam bisa mencapai 10 pangkat 4 hingga 10 pangkat 6.

Hal penting yang disampaikan dokter Samuel L.  Simon dan perlu Anda ketahui adalah tes hidung alias Swab atau PCR yang positif belum Anda kena Covid 19. Hal itu karena memang virusnya belum berkembang.

“Dalam jumlah tertentu virus menempel di hidung. Itu yang dalam tes hidung disebut ‘positif’. Padahal dia belum ‘jadi’ karena belum masuk paru. Jika dibersihkan, mencuci hidung dengan larutan garam dia akan hilang, ” katanya.

Itu sebabnya ramai disarankan bilas hidung dengan garam  krosok. Garam yang tidak beryodium.  “Makan enak, tidur enak gak usah tas tis tes” katanya.

Bagaimaba dengan mutasi dok?

“Sifat dasar virus ya bermutasi untuk bertahan hidup.  Gak ada virus bermutasi menjadi ganas dan memusnahkan umat manusia, mau hidup dimana kalau sudah gak ada manusia?”

“Lihat aja virus flu.  Mutasi terus dan aman sentosa aja ‘kan?  Tetap jaga prokes dan 5M.  Jangan panik karena kalau panik, otak kita bisa berpikir tidak rasional..”

Adapun 5M ialah mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan dan membatasi mobilitas.  (***)

(Penulis adalah wartawan senior tinggal di Depok)
 

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.