Selarasindo.com–Dalang milenial dari Jakarta, Herjuno Pramariza Fadlansyah Sabtu 29 Januari 2022 pulang kampung untuk pentas dalam acara tasyakuran peresmian Tugu Batas Desa (Tugu Selamat Datang) Desa Banyumudal kecamatan Buayan, kabupaten Kebumen Jawa Tengah.
Bagi warga Desa Banyumudal nama dalang remaja Herjuno Pramariza Fadlansyah dan adiknya Rafi Ramadhan bukanlah asing. Pasalnya dua dalang cilik dan remaja ini cucu Prof H. Sumaryoto Rektor Unindra PGRI Jakarta adalah kelahiran desa Banyumudal, penggemar wayang kulit utamanya ki dalang H. Anom Suroto dari Solo. Keduanya sering pentas di Pendapa Banyumudal.
Kegemaranya nonton wayang diwariskan kepada sang cucu. Meski masih balita, sudah diajak saat sang kakek nonton wayang kulit. Dari situlah terekam dalam hari kedua cucu Prof. Sumaryoto ini. Bukan hanya senang nonton wayang kulit namun juga mau belajar mengenal wayang, bahkan belajar memainkannya. Berdua secara intens belajar melalui youtube. Dan kini Pramariza dan Rafi Ramadhan adalah duta budaya internasional khususnya wayang kulit yang pernah pentas di Korea Selatan, Hindia, Moskow. Tahun 2022 ini setiap bulan keliling pentas di stasiun TVRI di berbagai propinsi di tanah air. Mulai dari Surabaya, Semarang, Banjarmasin, Pontianak, Palu, dan lainnya.
Sekilas lakon Brajadento Mbalelo.
Malam itu Herjuno Pramareza Fadliansyah menggelar lakon Brajadento Mbalelo. Sebuah lakon yang dramatis fantastis jadi pelajaran bagi kita semua. Demi kekuasaan terjadi perang, bunuh-bunuhan antara kakak beradik dan terjadi perpecahan dalam satu keluarga besar. Peristiwa perpecahan itu bukan sebatas muncul secara internal namun juga ada peran dan dukungan dari eksternal yang berkepentingan dan ikut andil di dalamnya.
Brajadenta adalah sosok berwatak keras hati, ingin menangnya sendiri, berani serta ingin selalu menurutkan kata hatinya.
Brajadenta sangat sakti. Oleh kakaknya, Dewi Arimbi, Brajadenta ditunjuk sebagai wakil raja memegang tampuk pemerintahan negara Pringgandani selama Dewi Arimbi ikut suaminya Bima yang tinggal di Jadipati.
Akhir riwayatnya diceritakan, karena tidak setuju dengan pengangkatan Gatotkaca, putra Dewi Arimbi dengan Bima sebagai raja Pringgandani, Brajadenta dengan dibantu oleh ketiga adiknya, Brajamusti, Brajalamatan dan Brajawikalpa, melakukan pemberontakan karena ingin secara mutlak menguasai negara Pringgandani.
Pemberontakannya dapat ditumpas oleh Gatotkaca dengan tewasnya Brajalamatan dan Brajawikalpa. Brajadenta dan Brajamusti berhasil melarikan diri dan berlindung pada kemenakannya Prabu Arimbaji, putra mendiang Prabu Arimba yang telah menjadi raja di negara Gowasiluman di hutan Tunggarana. Dengan bantuan Bathari Durga, Brajadenta kembali memasuki negara Pringgandini untuk membunuh Gatotkaca.
Usahanya kembali mengalami kegagalan. Brajadenta akhirnya tewas dalam peperangan melawan Gatotkaca. Arwahnya menjelma menjadi ajian/keaktian dan merasuk/menunggal dalam gigi Gatotkaca. Sejak itu Gatotkaca memiliki kesaktian. Barang siapa kena gigitannya pasti binasa.(Saring Hartoyo)