Selarasindo.com–Mardiyanto S.Ag Kepala SMK Ma’arif NU Paguyangan, Brebes Jawa Tengah, selama dua hari yakni Selasa-Rabu 6-7 September 2022 bersama tenaga pendidik dan ke pendidikannya menggelar acara In House Training (IHT) di wahana wisata edukasi Agro Karang Penginyongan (AKP) di desa Karang tengah, kecamatan Cilongok, Banyumas, Jawa Tengah.
Dalam kesempatan tersebut Mardiyanto mengatakan bahwa IHT ini dalam rangka Implementasi Kurikulum Merdeka yang dicanangkan oleh pemerintah pada Februari 2022 lalu yakni, perubahan dari Kurikulum 13 bergeser ke Kurikulum Merdeka yang perlu proses, utamanya pembekalan kepada tenaga pendidik.
“Hal yang perlu diketahui oleh para pendidik dalam menyesuaikan dari Kurikulum 13 ke Kurikulum Merdeka kita tidak bicara tentang kurikulumnya dulu, namun lebih kepada konsepnya, ” ujar Mardiyanto.
Perlu proses.
Tadi lanjutnya, semua sudah lihat paparan dari Dinas, ternyata mengurusi pendidikan tidaklah semudah yang kita bayangkan. Di Kementrian, para Profesor dalam ‘menggodog’ masalah pendidikan ini sampai kepalanya berbotak-botak karena memikirkan masalah pendidikan untuk seluruh Indonesia.
“Kita memikirkan satu sekolah dengan dibantu sekian banyak tenaga pendidik saja sudah pusing. Di pusat sana seperti yang disampaikan oleh pengawas, betapa rumitnya mengurusi pendidikan se Indonesia,” lanjutnya.
7 Komponen.
Dalam kesempatan tersebut Mardiyanto S. Ag. memaparkan Kurikulum Merdeka terdiri dari 7 komponen Contextual Learning. Yakni :
1. Konstruktivisme.2. Inquiry 3. Questioning 4. Learning Community 5 .Modelling.6. Reflection dan 7. Authentic Assessment.
1. Konstruktivisme. Dalam komponen Konstruktivisme yakni bagaimana siswa mengaktifkan sebuah pengetahuan yang ada, sehingga nantinya dapat menyusun suatu konsep. Dengan konsep tersebut siswa bisa saling sharing dan mempraktekkan di lapangan untuk memperoleh pengalaman.
2. Inquiry (Menemukan). Dalam komponen ini, siswa mengalami proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman. Komponen inquiry membantu siswa untuk berpikir lebih kritis dalam kegiatan belajar.
“Jadi kalau ada tema-tema tertentu diangkat, diperdalam, lalu anak menemukan konsep itu secara kritis, itu dinamakan sudah dia inquiry,” ujarnya lagi.
3. Questioning (Bertanya). Komponen Contextual Learning selanjutnya yaitu questioning atau bertanya. Kegiatan ini mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa.
4. Learning Community (Masyarakat Belajar). Learning Community berarti orang yang terikat dalam kegiatan belajar. Para siswa nantinya bekerjasama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri, maka dengan begitu mereka dapat bertukar pengalaman dan berbagi ide.
5. Modelling (Pemodelan). Pemodelan berarti ada model atau contoh yang bisa ditiru. Biasanya kegiatan modelling ini bisa berupa cara mengerjakan sesuatu, contoh hasil karya, narasumber, dan lain sebagainya. Jadi, guru bukan satu-satunya model, karena dalam Merdeka Belajar peran guru hanya sebagai fasilitator. 6. Reflection (Refleksi). Siswa nantinya akan merenungkan apa yang telah dipelajari. Refleksi bisa dilakukan dengan cara pernyataan langsung, catatan mengikuti kegiatan, kesan atau saran, dan lain sebagainya. 7. Authentic Assessment (Penilaian yang Sebenarnya). Dalam komponen ini, pengetahuan dan keterampilan siswa akan diukur atau dinilai. Authentic Assessment ini akan berbeda-beda tiap jenjang pendidikan.
Itulah pembahasan terkait 7 komponen Contextual Learning yang dijelaskan oleh Mardiyanto S. Ag. Di akhir paparannya ia menyampaikan bahwa Kurikulum Merdeka adalah bagaimana membuat pembelajaran yang menyenangkan.(Saring Hartoyo)