Selarasindo.com–Aspek penting dari proses pembudayaan adalah pewarisan nilai-nilai dan norma-norma. Nilai dan norma tersebut mendasari sikap etis manusia dalam interaksinya dengan sesama manusia dan alam.
“Pengayaan kearifan etis tersebut diantaranya melahirkan berbagai karya seni, seperti yang ditampilkan anak-anak dan remaja di Sentra Budaya Palapah ini,” ujar Ketua Dewan Juri OVOS (One Village One Story) Eddie Karsito, saat mengunjungi komunitas budaya ini di Desa Waluran, Sukabumi, Jawa Barat, Minggu (11/09/2022).
Eddie Karsito mengaku takzim terhadap dedikasi pemuda desa Waluran yang turut serta mendukung kelestarian budaya dan ikut menjaga budaya lokal.
Upaya pelestarian budaya menurutnya tidak cukup dilakukan melalui berbagai pertunjukkan secara regular.
“Harus ada pemberian apresiasi dan pemahaman tentang filosofi serta nilai dari keberadaan objek budaya, dan warisan tradisi yang tumbuh dimasyarakat. Disamping manfaat ekonomis melalui pengembangan produk kebudayan secara kreatif,” paparnya saat menyaksikan pertunjukan tarian ‘Liliuran dan Ngahiras.’
Sekawanan remaja menari ‘Liliuran dan Ngahiras’ dengan gerakan berbusana unik dan menarik menyambut kedatangan Tim Visitasi Juri OVOS (One Village One Story).
‘Liliuran dan Ngahiras’ merupakan tari kreasi khas upacara adat yang memperkenalkan lokalitas tatar Pajampangan. Dipersembahkan sekitar 40 anak dan remaja diantaranya masih pelajar Sekolah Dasar (SD).
“Makna tarian ini adalah menunjukkan rasa gotong royong. Berakar dari tradisi masyarakat Sunda yang sangat kental dengan gotong royong sejak zaman dulu. Bertujuan mengingatkan kembali masyarakat betapa pentingnya nilai gotong royong,” terang pimpinan Sentra Budaya Palapah Desa Waluran Cahya Sukendar, yang juga Anggota Dewan Kebudayaan Kabupaten Sukabumi ini.
Pada saat yang sama Ketua Panitia Penyelenggara OVOS : One Village One Story Tiwi Wartawani, SE, juga menyampaikan tentang perlunya pemahaman nilai-nilai gotong royong dan kesantunan.
“Bahwa manusia sadar adalah manusia yang selalu merasa menjadi bagian dari rangkaian tata kehidupan. Saling bersimbiosa, saling membutuhkan, bergotong royong. Sehingga dalam memperlakukan sesama atau lingkungan sangat berhati-hati dan santun,” ujar Tiwi Wartawani.
Finalis OVOS Tingkat Provinsi Jawa Barat Tahun 2022, dari Desa Waluran ini juga menampikan beragam potensi yang ikonik. Antara lain, Ngagondang, Solo Vocal, Jaipongan, Suling Konteporer, Pencak Silat, Cambuk Api, Bola Leungeun Seuneu (Boles), Lisung Ngamuk, dan Gogonjakan.
Potensi lainnya adalah produk UKM (Usaha Kecil Menengah) hasil karya masyarakat setempat yang menjadi produk paket wisata di Waluran di bawah binaan manajemen Sentra Budaya Palapah.
Kedatangan Tim Asesor ‘OVOS : One Village One Story’ di Desa Waluran, langsung disambut pimpinan Sentra Budaya Palapah Cahya Sukendar, dan Kepala Desa Waluran Dudi Rusdiaman. Hadir juga para seniman, budayawan, dan pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
Turut serta dalam rombongan visitasi OVOS : One Village One Story’ Robby Buning Pangemanan, Oka Nur Asyiah Samsura, Yudi Saputra, Aminurrahman Fikri, serta presenter cilik Imalee Felicienne De Imalee Darmawan, yang menjadi ikon tayangan acara OVOS : One Village One Story’.
‘OVOS : One Village One Story’ diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, dan Yayasan Duta Pariwisata dan Kebudayaan Indonesia (YDPDKI).
Bertindak sebagai Ketua Dewan Juri Eddie Karsito (wartawan, seniman, dan budayawan), Anggota Dewan Juri Wiyono Undung Wasito, S.S. (Seniman Pedalangan), serta penggiat dan pemerhati seni budaya lainnya.
OVOS ingin mengembangkan pemajuan kebudayaan di tingkat desa dengan cara mengangkat cerita keunikan dan eksotisme desa dalam bentuk karya seni budaya.
Kegiatan tersebut meliputi sepuluh obyek pemajuan kebudayaan, yakni : (1) Tradisi Lisan; (2) Manuskrip; (3) Adat istiadat; (4) Ritus; (5) Pengetahuan Tradisional; (6) Teknologi Tradisional; (7) Seni; (8) Bahasa; (9) Permainan rakyat; dan (10) Olahraga tradisional.
Selain itu, OVOS juga dikembangkan untuk mendekati masalah-masalah sosial, pariwisata dan pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di pedesaan.
“Seni tradisional entah itu seni kriya dan atau seni pertunjukan seyogianya tetap hadir sebagai informasi nilai. Diteruskan dari generasi ke generasi. Membentuk model ‘tindakan’ sebagai penyeimbang terhadap berbagai pengaruh globalisasi dalam masyarakat modern,” ujar Eddie Karsito menutup.( edkar/sh)