Selarasindo.com–MUSIK digital membuka peluang tak terbatas bagi para kreator di dunia maya, baik pencipta, komposer, penyanyi, musisi maupun produser. Pasarnya bukan lagi Indonesia melainkan dunia. Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) di Indonesia sudah menarik royalti lebih dari 60 negara dunia. Namun negara perlu hadir dengan regulasi yang melindungi para kreator di dalam negeri.
Demikian pokok pokok pikiran yang terucap dari narasumber dalam diskusi “Membangun Ekosistem Industri Musik di Kota Depok”, Jumat (3/3/2023) petang. Diskusi yang diselenggarakan Forum Wartawan Hiburan (Forwan) bekerjasama dengan PWI Depok menghadirkan Agi Sugiyanto, produser TA Pro, Maura Sipahutar dari Youtube Indonesia, Sandec Sahetapy dari LMK Pelari, Jhony Maukar dari LMKN dan musisi komposer Dwiki Dharmawan.
Agi Sugiyanto sebagai pembicara pertama menyatakan, saat ini dia memiliki 22 channel yang masing masingnya merilis lagu setiap minggu, sehingga sekitar 80an lagu per bulan, baik lagu baru maupun lagi lama yang dikomposisi ulang. Untuk itu dia membelanjakan Rp. 800-an juta per bulan.
“Nggak semua berhasil, tapi yang menjadi hits bisa menutupi yang lain. Ada subsidi silang, “ katanya. “Pencapaian ini tentu saja tidak langsung menjadi seperti sekarang. Dimulai dari satu dua lagu dulu, “ katanya, seraya mencontohkan artis orbitannya, penyanyi remaja Maulana Ardiansyah yang salah satu lagunya mendapat 53 juta viewers di Youtube.
Jurnalis yang kini dikenal sebagai produser musik digital itu, sebelumnya menangguk untung dari RBT (ring back tone), dekade lalu, namun dalam perjalanannya terus mengikuti perkembangan sehingga sepenuhnya mengandalkan Youtube.
“Kunci sukses kreator adalah jangan berhenti mengikuti perkembangan, ikut trend. Untuk saat ini, melihat arus media sosial. Apa yang yang lagi trending di TikTok, Twitter, dan Instagram itu potensi karya, bisa diolah dan menghasilkan uang, “ jelasnya.
Bencana Covid 19 tahun lalu, memberi berkah tersendiri bagi Agi Sugiyanto. “Saat pandemi datang, teman teman musisi mengeluh, nggak bisa mentas dan berkarya. Semula pembatasan perjalanan tiga bulan, malah menjadi dua tahun, “ kenangnya.
“Mereka datang, saya ajak bermitra, berkarya bareng, sekalian menolong teman teman. Tapi ternyata mendatangkan banyak karya dan channel baru, “ katanya. Semula dia memiliki tiga channel kini menjadi 22 chnnael, dan semua aktif.
Berbagi dan bersinergi, mengikuti reagulasi, memberikan hak pada kreator, adalah mutlak dalam bisnis media musik digital, jelasnya.
Dari pihak Youtube, Maura Sipahutar mengungkapkan, pentingnya terus mengedukasi kreator seni, pencipta, musisi vokalis, agar karyanya di Youtube menghasilkan uang. Di Indonesia Youtube mempunyai 25 mitra, selain mitra internasional dan agregator. Pihaknya mendatangi produser musik untuk memberikan data rinci.
Manager Youtube Indonesia yang khusus menangani musik, ini menyatakan, “Youtube itu ibarat perpustakaan, dan produser penerbit bukunya. Mereka lah yang tahu dan mengirimkan judul buku, penulis, dan data pendukung selengkapnya. Semakin lengkap datanya, semakin terarah dan berpotensi mendapatkan uang dari iklan. Juga terhindar dari klaim pihak yang tidak berhak, “ katanya.
Selain melengkapi data yang terlibat dalam karya yang diunggah, Youtbe juga mengedukasi kreator untuk memperbaiki kualitas produknya. “Youtube memberikan dukungan sistem agar berbisnis lebih baik, “ katanya. Bisnis Youtube ada dua iklan dan konten.
Sejauh melengkapi semua datanya, maka semua kreator mendapatkan haknya. “Namun semua kembali terserah ke produsernya, “ kata Maura. Dia agar kreator bekerjasama dengan label dan agregator untuk mendapatkan imbalan dari Youtube baik berupa iklan maupun viuwes
Dari lembaga manajemen kolektif Pelati, Sandec Sahetapy menyatakan, bahwa para pencipta lagu yang bernaung di lembaganya, telah mendapatkan haknya atas hak eksklusif, tidak saja dari pengguna karya dalam negeri melainkan dari luar negeri.
LMK Pelari bermitra dengan 400 an penulis lagu dan membanggakan telah 7 kali membagi royalti dalam setahun terakhir. Sandec mencanangkan “Revolusi transparansi musik Indonesia”.
“Saya pastikan, 70 tahun ke depan, karya pencipta tetap terjaga. Namun besar kecil hasilnya bergantung apakah lagu dipakai”.
Jhony Maukar dari Lemaga Manajemen Kolektif Nasional LMKN menyatakan pihaknya sudah bertemu Menteri Parekraf untuk mendapatkan dukungan negara hadir mengusut kisruh royalti yang dipakai pebisnis wisata seperti hotel, kafe dan restoran.
“Ada asosiasi user yang tidak berniat baik. Cari cari alasan supaya nggak bayar royalti. Bahkan sempat melaporkan LMKN ke KPK dan menuduh LMKN lembaga liar. Kami sudah ketemu KPK untuk menunjukkan legalitas kami memungut hak cipta. Sekarang mereka mengindar lagi, dengan alasan menunggu SILM – Sistem Informasi Lagu dan Musik”
SLIM adalah sistem yang memastikan data akurat lagu lagu yang digunakan oleh user, yang rencananya akan dirilis Maret 2023 ini. “Saat ini dalam tahap uji coba, “ katanya. “Kalau mau fair ya, sama sama menunggu; jangan putar dulu lagu lagu yang ada hak ciptanya, “ kata Johny.
Selaku petinggi LMKN, Johny berharap negara hadir, membangun system penarikan royalti karya cipta musik, lalu menyerahkan ke LMKN. “Sama seperti pemerintah membangun Gedung Bursa Efek lalu menyerahkan kepada pengusaha, “ paparnya.
Musisi dan komposer yang menjadi pembicaraa terakhir Dwiki Dharmawan mengungkapkan, sejak 1990-an karya karya sudah tercatat di publisher dan agregator dunia dan setiap bulannya bisa mendapatkan royalti puluhan ribu Euro.
“Semakin banyak karya yang terdaftar semakin berkemungkinan mendapatkan royalti, “ katanya. “Dunia musik internasional menunggu karya karya kita. Tapi, usahakan yang khas Indonesia. Jangan niru niru musik Amerika atau Korea, “ katanya.
Sementara Sutrisno Buyil mengucapkan terima kasih kepada pendukung diskusi Ngulik Soal Musik seperti Nagaswara Music, Proaktif Musik, TAPro Musik, PT Kino Indonesia TBK, PT Ascada Musik, Henry Channel, Farabi Music School-Dwiki Dharmawan.
“Panitia mengucapkan terima kasih kepada semua pendukung Ngulik Soal Musik. Sehingga diskusi berjalan sukses dan lancar,” tutup Sutrisno Buyil. (SB/SH).