Rabu, November 27
Shadow

UNINDRA PGRI JAKARTA DAN TVRI JALIN KERJASAMA LESTARIKAN SENI WAYANG KULIT.

Rektor UNINDRA PGRI Jakarta Prof. H Sumaryoto dalam acara pembukaan pentas wayang kulit di Pendapa Banyumudal Sabtu 7/10/23.(sh).

Selarasindo.com—Salah satu Program Pengabdian Kepada Masyarakat UNINDRA PGRI Jakarta adalah pelestarian wayang kulit.

Wayang kulit adalah seni budaya milik bangsa Indonesia yang harus dilestarikan dan dipertahankan agar jangan sampai punah ditelan jaman.

Wayang sebagai warisan budaya dunia yang telah diakui diakui PBB. Wayang bukan hanya sebagai tontonan, namun didalamnya terkandung tuntunan (edukasi).

Hal itulah yang membuat hati Prof. Sumaryoto (Rektor UNINDRA PGRI Jakarta) putra kelahiran desa Banyumudal kecamatan Buayan kabupaten Kebumen terpanggil untuk ikut serta melestarikannya.

R. Suprapto kepala desa Banyumudal kecamatan Buayan, menyerahkan Wayang gunungan kepada Ki dalang Herjuno Pramareza Fadlansyah. (sh)

Seperti halnya pada Sabtu 7 Oktober 2023. Acara diawali siang hari siang hari dengan pentas kuda kepang (Ebeg) Tri Santosa. Pada waktu yang sama di Pendopo Banyumudal acara dibuka dengan pentas karawitan anak anak dari Sanggar Seni Ngesti Laras desa Pageralang Banyumas, Kemudian dilanjutkan dengan pentas dalang milenial yakni Danesworo Rafi Ramadhan dengan lakon Brojodento Mbalelo. Dan pada malam harinya pentas dilanjutkan oleh ki dalang Herjuno Pramareza Fadlansyah dengan lakon Antareja Mbalelo.

Dalang milenial Herjuno Pramareza Fadlansyah saat olah sabet lakon Antareja Mbalelo di Pendapa Banyumudal Sabtu 7/10/23.(sh).

Pada pagelaran malam hari, acara dihadiri oleh Kepala TVRI Jateng, TVRI Jakarta, TVRI Jawa Barat, kepala desa se kecamatan Banyumudal tokoh masyarakat dan penggemar Wayang kulit.

” Alkhamdhulilah malam hari ini kita bersama bisa berkumpul menyaksikan pagelaran wayang kulit yang akan ditampilkan oleh dalang milenial TVRI yakni Ki Herjuno Pramareza Fadlansyah, ” ujar Prof Sumaryoto.

Prof. H. Sumaryoto bahwa pentas Wayang kulit seperti ini semula dari acara tradisi selapanan ( peringatan hari kelahiran sebulan sekali) dengan mengadakan pentas Wayang kulit di Pendapa Banyumudal, kemudian dua selapanan sekali.

Dalam perjalanan waktu karena banyak permintaan Wayang kulit UNINDRA untuk dipentaskan di tempat lain di Jawa, luar Jawa bahkan ke tingkat internasional, sehingga dampaknya di pendopo Banyumudal jarang ada pentas, ” ujarnya.

Pelestarian Wayang kulit hingga tingkat dunia. 

Hal itu lantaran UNINDRA PGRI Jakarta sudah menjalin kerjasama dengan stasiun TVRI baik regional maupun nasional dan internasional.

“Karena kami juga mempertimbangkan untuk kepetingan nasional juga dunia. Hal ini karena UNINDRA bukan hanya di Jakarta saja, tapi sudah menjelajah di luar negeri,” ujar Prof. Sumaryoto.

Mudah mudahan untuk selanjutnya di bulan Januari 2024, kami akan kembali tampil di desa Banyumudal dalam rangka peresmian Biogas Terpadu dan Geopark Kebumen.

“Mudah mudahan ke depan pentas wayang kulit akan sering diadakan di pendapa Banyumudal. Karena prinsip kami UNINDRA dalam pengabdian kepada masyarakat dengan pagelaran Wayang kulit, ” ujarnya lagi.

Dikatakan bahwa dalang milenial yakni Herjuno Pramareza Fadlansyah (sang cucu) kini tengah melanjutkan pendidikannya yakni kuliah di UNINDRA sedangkan adiknya yang juga dalang milenial Danesworo Rafi Ramadhan duduk bangku kelas 1 SMA N 6 Depok Jawa barat.

Dalang milenial.

Kedua cucu Prof H. Sumartoyo namanya sudah dikenal penggemar Wayang kulit di berbagai pelosok tanah air hingga ke luar negeri. Prama dan Rafi adalah sosok kakak beradik yang sama2 memiliki kelebihan dibidang Seni pedalangan khususnya dalam olah sabet. Bahkan keduanya diberikan predikat Si Raja Koprol.

“Di era saat ini generasi muda lebih tertarik pada gerak dan irama. Soal bahasa atau literasi nanti akan menyusul. Demikian juga di manca negara. Mereka pertama tertarik pada irama dan geraknya. Karena bahasa itu universal. Soal tata bahasa dan kosa kata menyusul kemudian. Dan itu juga sosok Prama dan Rafi

Mereka lahir dan dibesarkan di Jakarta. Namun karena sejak kecil oleh sang kakek yakni Prof Sumaryoto sering diajak nonton Wayang maka setelah besar menyukai bahkan mempelajari dan melestarikannya

” Padahal waktu kecil soal bahasa Wayang belum kenal. ” ujarnya lagi seraya mengatakan dalam perjalanan waktu kedua cucunya itu juga terus latihan. Selain alur cerita (lakon), olah sabet juga terus belajar tentang kosa kata bahasa Jawa, Nada ( Titi Laras), dan karakter masing masing Wayang. (Saring Hartoyo).

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.