Selarasindo–Selama ini serpihan keramik beraneka warna dibuang begitu saja. Selain dianggap sebagai limbah juga mengganggu keindahan dan kebersihan. Namun barang tak berguna tersebut ditangan Ansori menjadi benda seni yang bernilai tinggi. Ini bentuk kongkrit dimana ada kemauan di situ ada jalan. Dan itulah sosok seniman pembuat karya unik dari keramik yang disebut mozaik.
Ansori belajar melukis secara otodidak. Artinya ia tidak mempunyai latar belakang pendidikan formal seni lukis. Berawal dari “keberaniannya” mencari kehidupan di Jakarta, Ansori seperti dipertemukan dengan pelukis Wim Nirahuwa untuk membantu pekerjaan yang diterima Wim terutama mozaik. Kehidupan Wim Nirahuwa yang ramah, lembut dan senang berkelakar serta selalu membelokkan perbincangan yang mengarah pada menjelek-jelekkan orang lain dengan cara bijaksana sangat mengesankan Ansori. Baginya Wim Nirahuwa yang sahabat Soenarto, Pr. itu, merupakan guru, bapak dan teman berbincang yang dihormati.
Dari Wim Nirahuwa ia dapat keterampilan membuat mozaik, pelajaran menjaga persahabatan seperti yang ia rasakan dan saksikan dalm kehidupan Wim. Oleh karena itu ia merasa sangat kehilangan ketika Wim Nirahuwa yang ia hormati dan cintai itu meninggal. Selama belajar pada Wim Nirahuwa, ia sering ketemu Soenarto, Pr. dalam kerja bersama Wim Nirahuwa. Persahabatan yang tulus kedua pelukis itu mempermudah Ansori “pindah” belajar kepada Soenarto, Pr. sesudah Wim Nirahuwa wafat.
Dengan Soenarto, Pr., mulailah ia hidup dalam komunitas Sanggarbambu karena Soenarto, Pr. adalah pendiri Sanggarbambu. Banyak order Sanggarbambu yang dilaksanakan Soenarto, Pr., ia sempat membantunya. Ia pun merasa menjadi orang Sanggarbambu dan mulai melukis.
Saat pulang ke Klaten ia memutuskan untuk hidup sebagai pelukis tanpa menolak pekerjaan mozaik dalam berbagai desain. Ia membaca kehidupan, mencoba mengungkapkan isi pikiran dan perasaannya lewat bentuk wayang dalam ungkapan visul yang bebas, longgar, tidak terikat pakem. Judul-judul karyawanya seperti “Petruk Nde’PR”, “Limbuk Nyelebriti”, “Bisikan Penasehat Sengkuni”, “Kesetaraan Gender” (dengan tokoh Cangik), “Begundal Baru Klinting” merupakan gambaran kehidupan yang aktual. Ia juga membuat lukisan dengan teknik mozaik yang tidak banyak pelukis lain melakukannya. A.S. /SH