Selasa, November 26
Shadow

KEBANGKITAN BARU PEPADI DI ERA GLOBALISASI BUDAYA.

Selarasindo.com–PEPADI (Persatuan Pedalangan Indonesia) adalah organisasi profesi yang independen beranggotakan para Dalang, Pengrawit, Pesinden, pembuat Wayang dan perorangan, dengan visi utamanya pelestarian dan pengembangan seni pedalangan sebagai khasanah unggulan budaya Nasional.

Memasuki usianya ke-47 (14 April 1971 – 14 April 2018) ini Pepadi mengadakan perayaan dengan mengangkat tema : ““Kebangkitan Baru PEPADI di Era Globalisasi Budaya”.

PEPADI merupakan organisasi seni pedalangan mencakup bidang seni rupa, sastra, drama, karawitan dan tari, dengan medium ekspresi Wayang (Wayang kulit, Wayang Golek, Wayang Orang, dan bentuk lainnya). Wayang merupakan warisan luhur bangsa Indonesia yang simbolis, filosofis, religius dan pedagogis.

PEPADI memiliki visi antara lain; menjaga jatidiri seni pedalangan yang bernilai tinggi (adi luhung) sebagai sarana pendidikan masyarakat untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan dan budi pekerti luhur. Meningkatkan kualitas dan kaderisasi Sumber Daya Manusia (dalang, pengrawit, suarawati dan pengrajin wayang) agar tumbuh dan berkembang sebagai tenaga profesi yang handal. Meningkatkan mutu seni pedalangan agar selalu tanggap menghadapi tantangan zaman. Meningkatkan apresiasi masyarakat, utamanya generasi muda terhadap seni padalangan, dan meningkatkan kesejahtraan anggota.

PEPADI saat ini menjadi organisasi besar, memiliki Komisariat Daerah di 23 Provinsi dan ratusan Kabupaten/Kota.

Dikatakan oleh Ketua Pepadi Kondang Sutrisno SE, dalam merayakan ulang tahunnya ke 47 Pepadi menggelar serangkaian acara antara lain :

1)Sarasehan dengan tema “Quo Vadis PEPADI” yang digelar di Ruang Kecapi 6, Hotel Santika TMII, Sabtu 14 April 2018. Menghadirkan pembicara antara lain; Ki Purbo Asmoro, S.Kar. M.Hum (Dosen Senior ISI Surakarta), M. Sobari (Budayawan), Taufik Rahzen (Staf Ahli Menteri Pariwisata RI), dan Prof. DR. Ir. Sugeng P. Haryanto (Guru Besar Universitas Lampung), dengan Moderator Y. Sudarko Prawiroyudo (Dalang).

2)Pergelaran Wayang Kulit Wayang kulit Banyumasan dengan Dalang, Ki Eko Suwaryo & Ki Wartun, dengan lakon “Wahyu Cakraningrat” di Plaza Tugu Api Pancasila Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jumat, 13 April 2018, pukul 19.00 WIB.

3)Pergelaran Wayang Kulit Yogyakarta, bersama Dalang Ki Seno Sugroho, dengan lakon “Bagong Duta,” di Plaza Tugu Api Pancasila Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Sabtu, 14 April 2018, pukul 19.00 WIB.

Berikut ini kami lampirkan hasil wawancara eksklusif dengan Ketua Umum PEPADI (Persatuan Pedalangan Indonesia), KONDANG SUTRISNO, SE.

Tanya :
Ulang Tahun Ke-47 PEPADI menjadi “momentum kebangkitan PEPADI”, seakan organisasi yang sudah berusia 47 tahun ini tengah runtuh; jatuh; tersungkur, sehingga memerlukan bangkit. Momentum “pertumbuhan” menurut hemat kami jauh lebih memberi stigma positif. Mendorong komunitas yang bergerak di bidang seni budaya tradisi ini lebih produktif, profesional, dan mandiri?

Jawab:
Bangkit dari pesimisme, bangkit dari kesendirian dalam mengurusi wayang, dalang dan segenap pendukungnya. Wayang telah berumur ribuan tahun dan telah terbukti nyata turut bersama Pemerintah dalam membentuk karakter bangsa Indonesia (moral agent). PEPADI pernah menjadi mitra terbaik Pemerintah. Ke depan PEPADI bangkit kembali menjadi mitra Pemerintah turut membangun kembali jati diri bangsa, di tengah badai gempuran budaya yang tidak sesuai dengan jatidiri bangsa Indonesia. PEPADI harus berbuat lebih nyata bersama para seniman dalang sebagai lem perekat nilai kebangsaan yang mulai tergoyahkan.

Tanya :
Apa program konkret PEPADI ke depan. Misalnya upaya peningkatan kualitatif berupa pendidikan; pelatihan, dalam rangka meningkatkan kompetensi para dalang, pengrawit, pesinden, pembuat wayang, dan elemen lainnya?

Jawab:
Sarasehan, workshop, talk show, merupakan agenda tetap PEPADI. Setiap tahun ganjil bulan September, misalnya PEPADI menggelar “Festival Dalang Bocah Nasional.” Kemudian setiap tahun genap bulan September, menggelar “Festival Dalang Bocah dan Dalang Muda Nasional”. Acara ini dilaksanakan secara berjenjang dari tingkat Daerah, menuju ke tingkat Nasional. Penilaian tidak hanya didasarkan pada kompetensi dalangnya, melainkan juga, Sinden dan pengrawitnya.

Tahun 2019 ini, PEPADI akan menyelenggarakan “Audisi Pesinden Nasional.” Selanjutnya di tahun 2020 kita mewakili Indonesia, akan menjadi tuan rumah “Kongres dan Festival Wayang Dunia”, yang akan diselenggarakan di Bali. Pada intinya kompetensi seniman dalang mengalami puncaknya. Generasi baru terus bermunculan dan lebih merata di seluruh penjuru tanah air.

Tanya :
Wayang dan Dalang dalam perspektif masa depan?

Jawab:
Wayang dan Dalang, ibarat dua sisi mata uang yang sama pentingnya. Wayang mengandung nilai luhur sebagai puncak peradaban dan sebagai budaya unggulan sekaligus sebagai salah satu identitas bangsa. Dalang adalah pelaku seni dan sekaligus sutradara dalam panggung wayang. Dalang masa depan adalah yang mempunyai kemampuan di atas rata-rata. Tidak sekadar suara dan perform-nya yang bagus, tetapi mempunyai nilai plus sanggit (konsep pertunjukan) dengan kreativitas tinggi. Pandai memasukkan unsur-unsur kekenian ke dalam pergelaran Wayang.

Tanya :
Strategi dunia pedalangan di era industri kreatif dunia global.

Jawab:
Seniman Dalang sekarang ini adalah para petarung hebat. Terbukti selalu menang dalam kompetisi, terutama dalam industri kreatif. Dalang tidak sekedar seniman pelipur lara. Sebagian besar dalang muda sekarang lulusan S1, S2 dan ada yang bergelar S3. Pengalaman diselaraskan dengan pendidikan yang cukup akan melahirkan karya terbaik. Strategi pasar, manajemen panggung, media sosial sudah menjadi bagian dari kehidupan seniman Dalang masa kini dan masa depan.

Tanya :
Seni wayang sebagai “moral agent” versus “degradasi moral” dalam peradaban masa depan?

Jawab:
Hal ini menjadi perhatian serius PEPADI. Sebagian dari seniman Dalang sedang mencari jatidiri. Terkesan hanya mengikuti selera pasar. Memang ada sebagian masyarakat menghendaki atau kadang memaksa Dalang agar tampil sekedar ramai, akhirnya keluar rel. Tapi sebagian besar Dalang, tetap berpedoman pada Panca Darma Dalang, bahwa seniman dalang mempunyai kewajiban sebagai “moral agent”. Hal ini terus kami sosialisasikan dan pendekatan kepada Dalang, baik pada saat di panggung ataupun di luar panggung.(Saring Hartoyo)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.