Selarasindo.com–Gelar aksi PERPAG pada Kamis 25 Oktober 2019, warga belum mendapatkan titik terang yang cukup berarti bagi keselamatan dan kelestarian Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) Gombong Selatan.
Seperti yang dirilis PERPAG ke media, Sabtu 27/10 menyambaikam bahwa ketidak-jelasan Pemda
dalam menyelesaikan permasalahan luasan KBAK yang telah hilang untuk area pertambangan semen berdampak
pada tata ruang wilayah yang akan di revisi pada tahun 2019, dimana sebagian kawasan lindung KBAK tersebut
akan diperuntukkan sebagai kawasan tambang.
Rekayasa Pengrusakan Alam tersistematis ini telah berlangsung
sejak 2012 lalu. Di tahun itu pula direktur PT Semen Gombong mengatakan telah mengantongi IUP tepat pada tahun terbitnya Peraturan Mentri ESDM No. 17, dimana hasil peraturan mentri tersebut membuahkan dicabutnya 3 Keputusan Mentri ESDM tentang perlindungan kawasan karst di Gunung Sewu, Sukolilo, dan Gombong.
Seiring dengan terbitnya Permen tersebut pemda Bupati Kebumen pada tahun 2013 mengajukan pengusulan
perubahan Kawasan Karst Lindung (KBAK) Gombong pun akhirnya hilang seluas 8,05Km2 melalui Kepmen
ESDM No. 3873 Tahun 2014, yang pada sejatinya kawasan tersebut adalah sumber mata air yang telah menghidupi
warga di kacamatan Buayan, Ayah, dan Rowokele, dimana mayoritas kawasan yang telah hilang tersebut adalah
area yang telah diambil alih oleh PT Semen Gombong dari warga setempat dengan ala orde baru sejak tahun 1994.
Kini warga tengah resah akan ancaman bencana banjir dan kekeringan setelah adanya perpanjangan IUP
Eksplorasi, di mana IUP yang sebelumnya hangus setelah proses AMDAL Pt Semen Gombong ditahun 2016
dinyatakan gagal dikarenakan ketidak lengkapan data ilmiah tentang peta hidrologi yang mendukung layaknya
operasi penambangan Pt Semen Gombong serta adanya penolakan dari warga PERPAG pada sidang AMDAL.
Baru – baru ini warga PERPAG bersama tim peneliti karstologi berhasil menemukan fakta terbaru, bahwa ternyata aliran sungai-sungai bawah tanah di pegunungan karst Gombong terbukti melintasi area IUP yang akan
direncanakan oleh Pt Semen Gombong untuk operasi penambangan, bahkan sungai-sungai itu pula melintasi di
bawah pemukiman penduduk.
Tidak seperti yang pernah diisukan sebelumnya oleh beberapa oknum yang pro pertambangan bahwa aliran sungai di kawasan karst berputar diluar melingkari area IUP Pt Semen Gombong
ternyata adalah upaya manipulasi fakta.
Namundari pengusuan pemda yang cacat hukum di Tahun 2013 tersebut.
Pada aksi 25Oktober tersebut selain warga menuntut agar dicabutnya perpanjangan IUP PT. Semen Gombong serta menolak rencana revisi Perda RTRW yang akan menjadikan 8,05Km2 untuk wilayah pertambangan, warga pula menuntut kepada Bupati Kebumen untuk diusulkan kembali kepada Kementrian ESDM sebagai kawasan lindung ekosistem karst, namun hingga kini tidak ada upaya sedikitpun dari Pemeritah Kabupaten Kebumen untuk
mengembalikan kembali kawasan lindung KBAK yang telah hilang tersebut, bahkan terkesan melindungi
kepentingan korporasi yang akan merusak kelestarian KBAK Gombong.
Adi H Budiawan dari perpag dalam rilisnya menyatakan bahwa proses mediasi yang sengit dan alot hingga jam 4 Sore, aksi 25Oktober tersebut dihasilkan suatu
kesepakatan yakni:
1. Pemda akan melakukan pembentukan tim untuk penyelidikan Kawasan Karst sesuai perundang-undangan
yang berlaku guna pengusulan kembali KBAK Gombong selambat-lambatnya 8 November 2018, dan
2. DPRD akan memastikan dinas Pemda Kab. Kebumen sebagai mana point 1 (satu) di atas dan membantu
berkomunikasi dengan Bupati dalam memastikan peninjauan kembali KBAK.
Pada dasarnya hasil capaian warga pada aksi 25 Oktober 2018 lalu akan sia – sia karena sangat rawannya penyelewengan dari kesepakatan diatas,
Sudah menjadi tugas kita semua sebagai manusia yang masih ingin tetap
melestarikan bumi tempat bermain, dan berlindung anak-cucu ini sirna secara turun-temurun hingga tidak ada lagi
peradaban manusia di atas bumi kita tercinta ini, untuk tetap mengawal dan mengawasinya. (SH).